1

Sabtu, 02 Januari 2016

Tak Serupa Turunan Gen

 Oleh: Adefira Lestrai

Setelah mengikuti sekolah nulis yang diselenggarakan PMII Komisariat IKIP PGRI Semarang di PKM lantai 2 (24/10), entah mengapa saya menyayangkan jika tidak menuliskan dalam sebuah catatan. Saya merasa untuk wajib menuliskannya. Bagi saya,
menulis itu wajib seperti layaknya makan, minum, tidur, dan bernapas. Menulis apa saja, termasuk peristiwa kecil dalam kehidupan. Namun,  saya tidak tahu dengan kebiasaanmu. Mungkin saja, bagimu menulis catatan ini hanyalah pekerjaan orang tak punya kerjaan. Hm.. Baiklah. Lupakan saja.

Sore kemarin, saya merasa beruntung bisa datang mengikuti kegiatan tersebut. Apalagi menjadi moderator. Adalah kebanggaan tersendiri bagi saya karena saya berkesempatan untuk bersanding dengan Mas Zulfa selaku pembicara, juga seorang penulis yang tulisannya kerap muncul di media. Hm… saya kagum padanya. Keren sekali ya? Bagaimana sih Mas trik supaya tulisan bisa dimuat di media? Hehe.

Kembali ke cerita siang menuju sore itu. Saya menaruh empat jempol kepada Aklis selaku PJ Pers dan Jurnalistik. Meskipun mengalami sedikit kendala di tangan kirinya, ia masih bersemangat menyelenggarakan acara. Sekolah nulis yang dimulai pukul 13.00 hingga 15.00 itu berlangsung lancar. Yah, meskipun peserta yang datang kurang dari 20 orang.

Sebelum Mas Zulfa menyampaikan pernyataan dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari sahabat/sahabati, beliau dianjurkan untuk mengisi biodata terlebih dahulu. Baru setelah torehan pena mewakili jawaban atas pertanyaan yang ada di kertas ukuran A4 itu, saya persilakan beliau untuk menyampaikan pengalaman menulisnya.

Pertanyaan pertama yang dilontarkan Mas Zulfa ialah, “Mengapa kamu datang kemari?” Sebuah pertanyaan yang jawabnya tentu berbeda-beda. Mungkin karena kengen pada ketum, Aklis, Sigit, atau pada sahabat/i lain. Mungkin ada juga yang merasa terpaksa datang karena eman-eman, sudah bayar kok tidak datang. Atau bahkan penasaran dengan sang pemateri sekolah nulis.  Semua peserta diam, termasuk saya. Beberapa menit berselang, seorang sahabati angkat tangan.

“Saya ingin mengetahui cara menulis yang benar,” kata Isfi di sudut barisan bagian depan.

Mas Zulfa tersenyum simpul. Ia menyuruh kami untuk memperhatikan tulisannya yang di muat di Koran Muria pada 15 Oktober 2013 lalu, Kritivisme Vs Tanggung Jawab.

Di tengah penjelasannya menerangkan perihal hal tersebut pada Isfi, tiba-tiba Mega bertanya.

“Bagaimana sih , Mas, cara menghilangkan rasa kekurangpercayadirian dalam menulis?”

Seketika itu, beliau menjawab ada beberapa tips untuk mengatasi masalah itu, yaitu memfokuskan tema tulisan, disharingkan, dan perbanyaklah membaca. Pertanyaan lain muncul dari Nurul. Ia menanyakan perihal munculnya kebuntuannya menulis di tengah jalan yang menyebabkan tulisan tidak tuntas alias menggantung. Dengan telaten, Mas Zulfa menyarankan untuk meninggalkan sejenak tulisan yang tengah digarap untuk merefreshkan pikiran, keluar dulu dari tema dan cari referensi untuk memperkaya informasi. Bisa juga dengan cara sebelum menulis alangkah baiknya membuat kerangka karangan setelah menemukan ide lalu menentukan setting atau letak tulisan yang pas (di awal, tengah, atau akhir). Sebenarnya untuk menimbulkan semangat menulis agar terhindar dari keterpurukan tak bisa menuntaskan tulisan, bisa dilakukan dengan membuat atau bergabung dengan suatu komunitas. Hal itu memudahkan kita untuk terus berkarya, memicu semangat diri.

Lalu, apa menulis itu berhubungan erat dengan bakat? Jawabannya tentu tidak. Menulis bukan paketan gen yang diwariskan dari orang tua. Menulis merupakan suatu kebiasan yang timbul dari diri sendiri. Pun dengan lingkungan tempat seseorang itu biasa bergaul.

Rupanya, setengah jam lagi pukul 14.30. sambil menikmati jajanan yang saya beli di Pasar Langgar bersama ketum pagi itu, tiba-tiba muncullah Widya dari balik pintu kaca. Setelah duduk beberapa waktu, akhirnya gadis berkerudung putih itu (kalau tidak salah) juga mengajukan pertanyaan.

“Mas, saya kok kesulitan mencari referensi waktu mau nulis. Giliran udah nemu referensinya malah malas melanjutkan tulisan. Referensinya terlalu banyak. Saya bingung,” Widya menautkan alis. Ia memang kelihatan bingung.

“Referensinya banyak kok malah bingung?” begitu Mas Zulfa menanggapi. “Untuk mengatasi kebingungan, pilihlah referensi yang mendekati kebenaran. Kalau masih bingung juga, kamu tinggal cari Undang-Undang yang berhubungan dengan tema yang sedang kamu tulis.”

Ada hal lain yang jauh lebih penting dari sekian banyak uraian mahasiswa IAIN Walisongo itu. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat menulis, yaitu; MOTIVASI, KEMAUAN, DARIMANA, CARA MENULIS, dan LAKUKAN. MOTIVASI, adanya motivasi untuk menulis. KEMAUAN atau keinginan untuk belajar menulis. DARIMANA, mengacu darimana ide itu muncul lalu untuk mendukung keakuratan ide itu lakukanlah kegiatan membaca, kemudian tulis dan diskusikan. CARA MENULIS, perhatikan cara menulis yang benar mulai dari landasan teori, permasalahan atau tokoh, analisa, dan pernyataan atau solusi. Dan yang terpenting LAKUKANLAH. Tulisanmu tidak akan jadi selama kau tak bersedia untuk menyelesaikan tulisanmu.

Penggunaan bahasa dalam menulis itu juga penting. Gunakanlah bahasa yang mudah dimengerti dan tidak menimbulkan penafsiran ganda atau ambiguitas. Dalam mempergunakan bahasa, pilihlah bahasa sesuai dengan usia, apakah tulisan kita itu ditujukan untuk anak-anak, remaja, dewasa, atau umum. Bisa juga menggunakan bahasa sesuai dengan lingkup tertentu. Begitulah.

Waktu telah menunjukkan pukul 15.05. Mas Zulfa dengan suka rela memberikan tiga buku untuk tiga penanya. Tampaknya, sebagai moderator saya belum begitu mahir memanajemen waktu. Sekolah menulis sore itu berakhir tak tepat waktu. Saya jadi teringat pernyataan yang ditulis oleh Vokal Institute, “Di Indonesia, orang tepat waktu hanya akan sakit hati.” Satu kalimat yang cukup menggelitik orang-orang dongkol karena tidak menghargai ketepatan waktu. Matahari sore telah siap memayungi kami. Kami beranjak dari tempat diskusi untuk melanjutkan konggres partai di pondok sahabat.

Selamat menulis sahabat/i. Kutunggu tulisanmu serupa tulisanku ini. MENULISLAH SAMPAI KAU TAK MAMPU MENULIS. SALAM!!! ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar