Oleh: Adefira Lestari
Tunggu!!!
Ada apa lagi?
Ada yang tertinggal…
Siapa? Cepetan. Udah sore nih. Salah satu hubungi dia.
Iya, ada yang tertinggal. Kukira dia tidak akan pernah kembali. Kau tahu alasannya?
(Beberapa orang menggeleng dan saling berpandangan)
Karena, dia adalah KENANGAN KITA. :D
Deru
kendaraan terdengar di sepanjang jalan. Aroma
bensin merembah menyusuri seluruh ruangan bus melalui celah-celah jendela kaca. Meski asap yang keluar dari knalpot tak hitam pekat, tapi dia mampu menusuk-nusuk hidung. Isi perut seperti teraduk. Tekanan udara di dalamnya membuat telinga mengiang dan terasa terbebani. Kami mencoba memejamkan mata. Beberapa orang telah berhasil tidur. Akan tetapi, beberapa dari kami juga tak berhasil memejamkan mata. Entah karena kurang nyaman ataupun yang lain. Meski begitu, kami sangat menikmati perjalanan menuju Candi Gedong Songo dan Umbul Sidomukti pada Minggu (01/12).
bensin merembah menyusuri seluruh ruangan bus melalui celah-celah jendela kaca. Meski asap yang keluar dari knalpot tak hitam pekat, tapi dia mampu menusuk-nusuk hidung. Isi perut seperti teraduk. Tekanan udara di dalamnya membuat telinga mengiang dan terasa terbebani. Kami mencoba memejamkan mata. Beberapa orang telah berhasil tidur. Akan tetapi, beberapa dari kami juga tak berhasil memejamkan mata. Entah karena kurang nyaman ataupun yang lain. Meski begitu, kami sangat menikmati perjalanan menuju Candi Gedong Songo dan Umbul Sidomukti pada Minggu (01/12).
Hari
Minggu (01/02) kemarin merupakan satu dari beberapa hari paling
bersejarah PMII Komiariat IKIP PGRI Semarang. Ya, kegiatan itu merupakan
agenda SIKRAB (Siang Keakraban) yang dilakukan untuk menumbuhkan rasa
kekeluargaan dan rasa saling memiliki antar anggota PMII.
Ponselku
bergetar kala jarum jam yang terpancang di atas televisi menunjukkan
pukul 05.55. Sebaris nama ‘PMII Yasin’ muncul. Dia meneleponku selama
beberapa menit. Dari seberang, nada bicaranya terdengar agak kesal.
“Mbak, gimana sih? Ini anak-anak wisma malah belum ada yang bangun?”
“Lhoh?? Kok bisa?”
“Ya udah nggak apa-apa, Mbak. Mereka udah tak bangunin. Sampeyan sudah siap? Tak jemput sekarang.”
“Oke. Aku dan Diana sudah siap.”
Selang
beberapa menit, Yasin sampai di kosku dengan motor birunya. Mukanya
masih kusam dan kusut. Mungkin akibat belum mandi lantaran dia baru
kembali dari rumah. Di raut mukanya yang kulihat selalu ceria, juga
tersimpan kekesalan.
“Asem. Dibela-belain dari rumah jam tiga, sampai sini malah belum apa-apa,” gerutu Yasin di sepanjang jalan.
“Sudah-sudah. Mungkin mereka capek.”
“Iya, Sin. Betul,” tambah Diana.
Suasana
masih sepi. Kelengangan terasa merajai. Terutama saat melewati kampus.
Beribu-ribu orang yang kerap berlalu-lalang dengan mode pakaian yang
kukira semakin aneh dan menggelikan, seakan hilang tersapu angin. Sampai
di depan perpustakaan, kusempatkan untuk menengok sejenak. Masih sepi
juga. Padahal, jadwal pemberangkatan yang tersebar via SMS tersebutkan jam 06.00 berkumpul di depan perpustakaan. Payah.
Setibanya
di kontrakan, Diana turun sementara aku dan Yasin berlanjut mengambil
nasi kotak. Untuk mencapai tempat pemesanan nasi kotak, Yasin membawaku
menyusuri jalanan berliku. Di tengah perjalanan saat melewati sebuah
tempat, terdapat beberapa orang berkumpul dengan baju rapi.
“Ayo, Mbak. Mampir dulu,” tukas Yasin.
“Kondangan apa sih? Kok pagi-pagi udah ramai?” tanyaku lugu.
Saat
motor yang kami tumpangi tepat melewati tempat orang-orang berkerumun
itu, aku tercengang saat mendapati tulisan ‘Gereja Isa Almasih’.
“Hahaha…”
Tiga puluh lima nasi kotak telah berjejer rapi di teras rumah. On time, pikirku.
Kami bergegas membawanya ke dalam bus yang terpakir di depan Gedung
Utama. Beberapa orang telah berkumpul. Senyum kami menebar. Sekitar 27
anak telah siap berangkat, ada yang ikut bus dan ada juga yang membawa
kendaraan sendiri.
Keberangkatan kami molor hingga satu
setengah jam. Kemoloran kami memang sangat keterlaluan. Akan tetapi, tak
ada yang perlu disalahkan. Silakan berkaca pada diri sendiri.
Pukul
07.30, kami berangkat. Di sepanjang perjalanan, kami lebih banyak
tidur. Tempat duduk di bus masih tersisa beberapa. Sedikit disayangkan
karena saat awal disebarkan pemberitahuan tentang acara ini, ada 39 anak
yang bersedia ikut. Namun, dengan alasan yang tak kami ketahui, mereka
tak kunjung datang dan ada juga yang (entah sengaja atau tidak)
mematikan ponsel. Kami sedikit kecewa. Tapi ya sudahlah.
Setelah
melewati jalan menanjak, menukik, dan berkelok, kami tiba di kawasan
Candi Gedong Songo. Tampaknya, kali ini adalah kegiatan paling
melelahkan. Kami harus berjalan dari tempat parkir bus sampai ke Candi
Gedong Songo. Namun, kelelahan kami sedikit terobati dengan aksi jepret
menjepretnya Mas Wid. Seolah menjadi fotografer profesional, dia
mengambil gambar kami dengan pose yang ala kadarnya. Ada juga yang
sengaja berhenti untuk menampakkan pose paling unyu agar terlihat
narsis.
Beberapa kendaraan terutama mobil terlihat
berjubal di depan pintu masuk Candi Gedong Songo. Kami terkesiap. Ramai
sekali. Kalau nggak ramai mah namanya kuburan, itu pun kalau ada orang meninggal atau pada hari tertentu juga ramai, batinku.
Kami
berbondong-bondong masuk. Nasi kotak, bendera, MMT, jajanan terbungkus
koran, dan properti outbond. Kami berjalan beriringan mencari tempat
yang cocok untuk sarapan. Akhirnya, di samping pos dekat candi satu kami
menemukan tempat itu.
Selesai sarapan, kami bersiap
melanjutkan perjalanan mencari kitab suci. Eh, maksudnya mencari tempat
outbond. Setelah survei tempat di beberapa area, akhirnya aku dan toha
berhasil menemukan tempat outbond yang bagus meski dari beberapa
sahabat-sahabati ada yang kurang setuju. Hal ini dikarenakan, jika
menuruti kehendak pribadi masing-masing, permainan tidak akan
termanajemen dengan maksimal. Ketegasan kadang diperlukan untuk
meluluhkan kesadaran diri. Tolong dimaafkan, ya.. Bagi yang menginginkan
naik sampai candi lima, lain waktu kita bisa diagendakan lagi.
Outbont
pertama bernama tebak kata. Dalam permainan ini terdapat sepasang
orang. Satu bertindak sebagai penjawab, dan satu berperan sebagai
pengarah. Jika, orang yang bertidak sebagai penjawab tidak bisa
menyebutkan kata yang sudah diberikan kata kunci, maka dua orang ini
akan mendapat hadiah berupa coretan tepung basah di kedua pipi.
Permainan semakin seru saat ada pemain yang tak bersedia diberi coretan
tepung hingga ia harus diburu ketika melarikan diri. Dia berguling,
berusaha menangkis sergahan panitia dan pemain lain yang tak terima jika
pemain yang tak berhasil menjawab ini tak diolesi tepung.
Dengan
muka yang penuh coretan, kami berlanjut ke permainan kedua. Permainan
ini dinamakan Area Berbahaya. Disebut demikian karena setiap pemain
dilarang melewati kotak yang diarsir. Begini, dalam permainan ini ada
sembilan kotak yang terbuat dari tali rafia. Kelak, pemain yang akan
melakukan permainan diberi kata kunci yang berbeda. Dalam kata kunci
yang tergambar di selembar kertas itu juga terdapat sembilan kotak
dengan daerah arsiran yang berbeda. Kotak yang terdapat arsiran tidak
boleh dilewati, sementara kotak yang tidak terdapat arsiran harus
dilewati semua. Seluruh pemain diberikan kesempatan melihat kata kunci
dalam tiga hitungan. Tujuan permainan ini adalah mengetes daya ingat.
Banyak pemain yang gagal dalam permainan ini (termasuk panitia) sehingga
mau tidak mau mereka yang gagal harus bersedia dioles tepung pekat.
Pukul 13.30 permainan selesai. Untuk mengabadikan kegiatan ini, tak lupa kami foto bersama dengan membentangkan MMT.
Selanjutnya,
kami bersiap menuju Umbul Sidomukti. Perjalanan panjang kembali kami
lalui. Namun, sampai di pasar Bandungan, Pak Sopir tiba-tiba berhenti.
“Kok berhenti, Pak?” tanya Yasin.
“Lha? Tadi katanya ke Bandungan?” jawab Pak Sopir.
“Tadi ‘kan sudah, Pak. Ke Candi Songo. Sekarang kita ke Sidomukti,” jelas Yasin.
“Oalah. Baiklah kita putar arah.”
Dalam
hati, beberapa dari kami mungkin terkikik mendengar omongan mereka.
Jalan menuju Sidomukti masih jauh. Beberapa dari kami terlelap. Sebelum
sampai di area yang dituju, kami harus naik angkutan. Jalanan terjal dan
berliku. Pemandangan hijau membentang. Sejuk, segar, dan indah.
Setibanya
kami di sana setelah melakukan perjalanan selama kurang lebih 30 menit,
kami langsung salat Dzuhur kemudian bersama-sama mencari tempat yang
nyaman untuk berkumpul. Setelah melewati kuda dan bau tahinya serta
jalan turun, akhirnya tempat yang kami inginkan berhasil ditemukan. Kami
duduk melingkar. Membincangkan apa saja yang pantas dibicarakan.
Dan
di penghujung kegiatan, kami semua berbaur untuk mensolidkan tujuan
kebersamaan dan kekeluargaan. TOS!!! Suara kami menggema di bawah awan
hitam yang menggantung. Alam, tanah, dan awan adalah saksi bisu
perbincangan kami sore itu. Kami berjalan menuju mushola lagi untuk
salat Ashar. Selanjutnya, naik angkutan kemudian ke bus untuk melakukan
perjalanan pulang.
Terima kasih kepada Uus yang telah
bersedia menjadi penanggung jawab kegiatan ini. Terima kasih pula kepada
sahabat-sahabati yang telah meluangkan waktu dan bersedia tida pulang
kampung untuk mengikuti acara kami. SALAM CINTA, SALAM KEKELUARGAAN,
SALAM SAHABAT, DAN SALAM PERGERAKAN!!!
Oh iya, ada yang
lupa. Jajanan yang kita bungkus koran untuk pemenang outbond tertinggal
di Candi Gedong Songo. Selamat bagi yang menemukan. :D *)AL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar