1

Sabtu, 02 Januari 2016

SALAM CINTA, SALAM SAHABAT

 Oleh: Adefira Lestari
  
 SIKRAB PMII IKIP PGRI SEMARANG 2013
 
Tunggu!!!

Ada apa lagi?

Ada yang tertinggal…

Siapa? Cepetan. Udah sore nih. Salah satu hubungi dia.

Iya, ada yang tertinggal. Kukira dia tidak akan pernah kembali. Kau tahu alasannya?

(Beberapa orang menggeleng dan saling berpandangan)

Karena, dia adalah KENANGAN KITA. :D


Deru kendaraan terdengar di sepanjang jalan. Aroma
bensin merembah menyusuri seluruh ruangan bus melalui celah-celah jendela kaca. Meski asap yang keluar dari knalpot tak hitam pekat, tapi dia mampu menusuk-nusuk hidung. Isi perut seperti teraduk. Tekanan udara di dalamnya membuat telinga mengiang dan terasa terbebani. Kami mencoba memejamkan mata. Beberapa orang telah berhasil tidur. Akan tetapi, beberapa dari kami juga tak berhasil memejamkan mata. Entah karena kurang nyaman ataupun yang lain. Meski begitu, kami sangat menikmati perjalanan menuju Candi Gedong Songo dan Umbul Sidomukti pada Minggu (01/12).

Hari Minggu (01/02) kemarin merupakan satu dari beberapa hari paling bersejarah PMII Komiariat IKIP PGRI Semarang. Ya, kegiatan itu merupakan agenda SIKRAB (Siang Keakraban) yang dilakukan untuk menumbuhkan rasa kekeluargaan dan rasa saling memiliki antar anggota PMII.

Ponselku bergetar kala jarum jam yang terpancang di atas televisi menunjukkan pukul 05.55. Sebaris nama ‘PMII Yasin’ muncul. Dia meneleponku selama beberapa menit. Dari seberang, nada bicaranya terdengar agak kesal.

“Mbak, gimana sih? Ini anak-anak wisma malah belum ada yang bangun?”

“Lhoh?? Kok bisa?”

“Ya udah nggak apa-apa, Mbak. Mereka udah tak bangunin. Sampeyan sudah siap? Tak jemput sekarang.”

“Oke. Aku dan Diana sudah siap.”

Selang beberapa menit, Yasin sampai di kosku dengan motor birunya. Mukanya masih kusam dan kusut. Mungkin akibat belum mandi lantaran dia baru kembali dari rumah. Di raut mukanya yang kulihat selalu ceria, juga tersimpan kekesalan.

“Asem. Dibela-belain dari rumah jam tiga, sampai sini malah belum apa-apa,” gerutu Yasin di sepanjang jalan.

“Sudah-sudah. Mungkin mereka capek.”

“Iya, Sin. Betul,” tambah Diana.

Suasana masih sepi. Kelengangan terasa merajai. Terutama saat melewati kampus. Beribu-ribu orang yang kerap berlalu-lalang dengan mode pakaian yang kukira semakin aneh dan menggelikan, seakan hilang tersapu angin. Sampai di depan perpustakaan, kusempatkan untuk menengok sejenak. Masih sepi juga. Padahal, jadwal pemberangkatan yang tersebar via SMS tersebutkan jam 06.00 berkumpul di depan perpustakaan. Payah.

Setibanya di kontrakan, Diana turun sementara aku dan Yasin berlanjut mengambil nasi kotak. Untuk mencapai tempat pemesanan nasi kotak, Yasin membawaku menyusuri jalanan berliku. Di tengah perjalanan saat melewati sebuah tempat, terdapat beberapa orang berkumpul dengan baju rapi.

“Ayo, Mbak. Mampir dulu,” tukas Yasin.

“Kondangan apa sih? Kok pagi-pagi udah ramai?” tanyaku lugu.

Saat motor yang kami tumpangi tepat melewati tempat orang-orang berkerumun itu, aku tercengang saat mendapati tulisan ‘Gereja Isa Almasih’.

“Hahaha…”

Tiga puluh lima nasi kotak telah berjejer rapi di teras rumah. On time, pikirku. Kami bergegas membawanya ke dalam bus yang terpakir di depan Gedung Utama. Beberapa orang telah berkumpul. Senyum kami menebar. Sekitar 27 anak telah siap berangkat, ada yang ikut bus dan ada juga yang membawa kendaraan sendiri.

Keberangkatan kami molor hingga satu setengah jam. Kemoloran kami memang sangat keterlaluan. Akan tetapi, tak ada yang perlu disalahkan. Silakan berkaca pada diri sendiri.

Pukul 07.30, kami berangkat. Di sepanjang perjalanan, kami lebih banyak tidur. Tempat duduk di bus masih tersisa beberapa. Sedikit disayangkan karena saat awal disebarkan pemberitahuan tentang acara ini, ada 39 anak yang bersedia ikut. Namun, dengan alasan yang tak kami ketahui, mereka tak kunjung datang dan ada juga yang (entah sengaja atau tidak) mematikan ponsel. Kami sedikit kecewa. Tapi ya sudahlah.

Setelah melewati jalan menanjak, menukik, dan berkelok, kami tiba di kawasan Candi Gedong Songo. Tampaknya, kali ini adalah kegiatan paling melelahkan. Kami harus berjalan dari tempat parkir bus sampai ke Candi Gedong Songo. Namun, kelelahan kami sedikit terobati dengan aksi jepret menjepretnya Mas Wid. Seolah menjadi fotografer profesional, dia mengambil gambar kami dengan pose yang ala kadarnya. Ada juga yang sengaja berhenti untuk menampakkan pose paling unyu agar terlihat narsis.

Beberapa kendaraan terutama mobil terlihat berjubal di depan pintu masuk Candi Gedong Songo. Kami terkesiap. Ramai sekali. Kalau nggak ramai mah namanya kuburan, itu pun kalau ada orang meninggal atau pada hari tertentu juga ramai, batinku.

Kami berbondong-bondong masuk. Nasi kotak, bendera, MMT, jajanan terbungkus koran, dan properti outbond. Kami berjalan beriringan mencari tempat yang cocok untuk sarapan. Akhirnya, di samping pos dekat candi satu kami menemukan tempat itu.

Selesai sarapan, kami bersiap melanjutkan perjalanan mencari kitab suci. Eh, maksudnya mencari tempat outbond. Setelah survei tempat di beberapa area, akhirnya aku dan toha berhasil menemukan tempat outbond yang bagus meski dari beberapa sahabat-sahabati ada yang kurang setuju. Hal ini dikarenakan, jika menuruti kehendak pribadi masing-masing, permainan tidak akan termanajemen dengan maksimal. Ketegasan kadang diperlukan untuk meluluhkan kesadaran diri. Tolong dimaafkan, ya.. Bagi yang menginginkan naik sampai candi lima, lain waktu kita bisa diagendakan lagi.

Outbont pertama bernama tebak kata. Dalam permainan ini terdapat sepasang orang. Satu bertindak sebagai penjawab, dan satu berperan sebagai pengarah. Jika, orang yang bertidak sebagai penjawab tidak bisa menyebutkan kata yang sudah diberikan kata kunci, maka dua orang ini akan mendapat hadiah berupa coretan tepung basah di kedua pipi. Permainan semakin seru saat ada pemain yang tak bersedia diberi coretan tepung hingga ia harus diburu ketika melarikan diri. Dia berguling, berusaha menangkis sergahan panitia dan pemain lain yang tak terima jika pemain yang tak berhasil menjawab ini tak diolesi tepung.

Dengan muka yang penuh coretan, kami berlanjut ke permainan kedua. Permainan ini dinamakan Area Berbahaya. Disebut demikian karena setiap pemain dilarang melewati kotak yang diarsir. Begini, dalam permainan ini ada sembilan kotak yang terbuat dari tali rafia. Kelak, pemain yang akan melakukan permainan diberi kata kunci yang berbeda. Dalam kata kunci yang tergambar di selembar kertas itu juga terdapat sembilan kotak dengan daerah arsiran yang berbeda. Kotak yang terdapat arsiran tidak boleh dilewati, sementara kotak yang tidak terdapat arsiran harus dilewati semua. Seluruh pemain diberikan kesempatan melihat kata kunci dalam tiga hitungan. Tujuan permainan ini adalah mengetes daya ingat. Banyak pemain yang gagal dalam permainan ini (termasuk panitia) sehingga mau tidak mau mereka yang gagal harus bersedia dioles tepung pekat.

Pukul 13.30 permainan selesai. Untuk mengabadikan kegiatan ini, tak lupa kami foto bersama dengan membentangkan MMT.

Selanjutnya, kami bersiap menuju Umbul Sidomukti. Perjalanan panjang kembali kami lalui. Namun, sampai di pasar Bandungan, Pak Sopir tiba-tiba berhenti.

“Kok berhenti, Pak?” tanya Yasin.

“Lha? Tadi katanya ke Bandungan?” jawab Pak Sopir.

“Tadi ‘kan sudah, Pak. Ke Candi Songo. Sekarang kita ke Sidomukti,” jelas Yasin.

“Oalah. Baiklah kita putar arah.”

Dalam hati, beberapa dari kami mungkin terkikik mendengar omongan mereka. Jalan menuju Sidomukti masih jauh. Beberapa dari kami terlelap. Sebelum sampai di area yang dituju, kami harus naik angkutan. Jalanan terjal dan berliku. Pemandangan hijau membentang. Sejuk, segar, dan indah.

Setibanya kami di sana setelah melakukan perjalanan selama kurang lebih 30 menit, kami langsung salat Dzuhur kemudian bersama-sama mencari tempat yang nyaman untuk berkumpul. Setelah melewati kuda dan bau tahinya serta jalan turun, akhirnya tempat yang kami inginkan berhasil ditemukan. Kami duduk melingkar. Membincangkan apa saja yang pantas dibicarakan.

Dan di penghujung kegiatan, kami semua berbaur untuk mensolidkan tujuan kebersamaan dan kekeluargaan. TOS!!! Suara kami menggema di bawah awan hitam yang menggantung. Alam, tanah, dan awan adalah saksi bisu perbincangan kami sore itu. Kami berjalan menuju mushola lagi untuk salat Ashar. Selanjutnya, naik angkutan kemudian ke bus untuk melakukan perjalanan pulang.

Terima kasih kepada Uus yang telah bersedia menjadi penanggung jawab kegiatan ini. Terima kasih pula kepada sahabat-sahabati yang telah meluangkan waktu dan bersedia tida pulang kampung untuk mengikuti acara kami. SALAM CINTA, SALAM KEKELUARGAAN, SALAM SAHABAT, DAN SALAM PERGERAKAN!!!

Oh iya, ada yang lupa. Jajanan yang kita bungkus koran untuk pemenang outbond tertinggal di Candi Gedong Songo. Selamat bagi yang menemukan. :D  *)AL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar