Oleh: Sigit Rilo Pambudi, si
pengembara
Sekarang aku melihat PMII
(Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) bagaikan sumber mata air di padang
pasir, Oase teapatnya, atau cahaya yang berada pada kegelapan. Warna-warni,
bisa liat bocah-bocah lucu ada calon pemikir muda yang lucu,
ada calon jurnalis lucu, ada Capres gila atau gendeng dan banyak yang lebih, gila dan macem-macem. Semua itu yang membuat aku belajar bahagia, semua itu yang membuatku bisa tersenyum. Berbeda saat aku berada di kampus, semuanya disibukkan dengan kuliah dan aturan-aturan kampus. Kesel yang aku rasakan. Inilah PMII. Aku suka dan aku bahagia di sini.
ada calon jurnalis lucu, ada Capres gila atau gendeng dan banyak yang lebih, gila dan macem-macem. Semua itu yang membuat aku belajar bahagia, semua itu yang membuatku bisa tersenyum. Berbeda saat aku berada di kampus, semuanya disibukkan dengan kuliah dan aturan-aturan kampus. Kesel yang aku rasakan. Inilah PMII. Aku suka dan aku bahagia di sini.
Pertama di PMII itu bingung,
aku ada dalam suatu yang itu bukan duniaku, yang aku itu bukan aku. Jiwaku
masih terkubur sedemikian rupa oleh waktu yang membuatku asing akan PMII. Aku
orang yang di investasikan dari kampung ke kampus untuk kemudian bisa menjadi
orang yang pintar, bisa bekerja sekeras-kerasnya dan menjadi orang yang penuh
nafsu akan kesuksesan, sehingga aku tidak diberi ruang sedikit pun untuk
bermalas-malasan,untuk berdamai degan diriku sendiri dan untuk ingat akan siapa
sebenarnya diriku.
Sekarang, aku menyadari
bahwa tenyata itulah yang membuat diriku tidak tahu siapa sejatinya diriku, aku
lupa dengan aku. Semuanya tak bernilai dan tak bermakna. Tapi pada akhirnya, ya
di sinilah di PMII Aku diterima, aku mulai berkenalan, aku
mulai belajar banyak hal di sini. Aku dapatkan apa itu kemandirian, bagaimana
saya bergerak untuk selalu mengetahui diriku sendiri, yang sejatinya selalu
baru dan baru. Bagaimana diriku ini bertarung dengan keadaan yang semuanya berlomba-lomba
untuk menyeragamkan kehidupan. Elang kemudian disamakan dengan kambing, ikan,
ular, danhewan–hewan yang lain.
Tidak bisa aku pungkiri
bahwa ternyata PMII yang membantu menemukan kembali, membangkitkan kembali
jiwaku yang sudah lama terkubur. Sebagaimana aku bisa menjadi elang. Ya elang!
Elang yang bukan kambing, yang bukan juga ikan, yang bukan juga ular dan bukan
juga hewan–hewan yang lain yang mempunyai kemampuannya masing-masing. Aku
adalah elang yang bisa terbang bebas dan mengamati segala sesuatu yang terjadi.
Aku ingin berterima kasih kepada PMII karena
telah menjadi sahabat dan menjadi sebuah cangkang yang keras sehingga aku kehilangan
gigi untuk mencoba menggigitnya. Karena itulah aku bisa merasakan kelembutan
kasih dan cinta Tuhan yang maha Esa, kebahagiaan sejati di mana hidup tidak ada
hitam dan putih tidak ada benar dan salah semuanya adalah paradoks. Orang yang
tidak memahami lekukan–lekukan cahaya dan sebagaimana seperti batu dan kayu
maka tidak akan pernah bisa merasakan kebahagiaan cinta dan kasih sayang itu.
Engkaulah yang telah mengembalikanku pada cinta dan kasih sayang yang aku puja
sebagai sesuatu yang ada pada diriku.
Terakhir kata, terima kasih sekali lagi aku
ucapkan kepada seluruh sahabat-sahabati karena kalianlah yang sebenarnya aku
pelajari dan beruntung kalian yang telah menjadi mutiara di dalam lapisan
cangkang yang kuat yaitu PMII. Semoga kalian menjadi orang yang tidak berjarak
sejengkalpun dengan waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar