1

Sabtu, 02 Januari 2016

KELAHIRAN...*


Oleh: M. Zuhri, penggila buku pemikiran
Teruntuk PMII yang aku mengerti akan menemui hari kelahirannya,

Sayang, aku ingin bercerita dan berdialog kepadamu tentang kelahiran. Cerita atau dialog ini mungkin akan terlihat begitu polos, karena memang aku ingin bersandar pada diriku sendiri bukan bersandar pada
buku-buku dan peristiwa-peristiwa besar yang belum atau tidak terbukukan. Karena aku mengira, buat apa kita menyandarkan diri pada hal-hal semacam itu jika kita belum mampu memberikan pemaknaan.

Sayangku, aku ingin kita membuat pertanyaan besar, namun sebelum itu aku ingin kita membuat kesepakatan terlebih dahulu, posisi atau sudut pandang macam apakah yang akan kita gunakan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang akan kita munculkan nanti, agar nanti kita bisa bertemu dalam pertanyaan itu. Sayang, aku ingin kita memposisikan diri sebagai manusia bukan Tuhan. Kenapa? Karena aku khawatir jika kita memposisikan diri sebagai Tuhan, pertanyaan-pertanyaan kita nanti akan buntu jawabannya di tengah jalan.Sayangku, pertanyaan besar kita mula-mula seperti ini. Apakah kelahiran itu?

Kelahiran sebagai Penciptaan

Jika kita hubungkan dengan Tuhan maka bahasa kelahiran berubah menjadi penciptaan. Kenapa? Karena tuhan tidak melahirkan. Maka pula kelahiran (baca: penciptaan) merupakan permulaan dari segala kelahiran, karena sifat Tuhan kita itu dahulu tanpa permulaan. Lalu apakah makna kelahiran jika kita hubungkan dengan Tuhan.

Kelahiran adalah sesuatu yang indah. Kenapa, sayangku? Karena aku merasakan, proses kelahiran (baca: penciptaan) adalah proses kasih sayang dan kerinduan atau kerinduan dan kasih sayang. Pernahkah kau mendengar ayat dari kitab yang indah, kitab suci Al-Qur'an, yang bunyinya semacam ini duhai sayangku: Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku (QS. Adz-Dzariat, ayat 56). Dan pernahkah juga kau mendengar hadits Qudsi yang indah ini, sayangku. “Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi, sebuah misteri. Aku rindu dikenal. Maka Aku ciptakan makhluk. Lalu berkat Aku mereka mengenal-Ku”. Duh, betapa indahnya ayat dan hadits itu duhai sayangku, aku merasakan Tuhan sangat merindukan kita, tapi entah aku tidak tahu apakah ini benar atau tidak, karena pikirku, apa mungkin Tuhan merindukan kita padahal kita begitu rendah. Tapi tetap, aku merasakan proses kelahiran adalah sebuah kisah yang romantis antara Pencipta dan yang dicipta. Jika seperti itu, maka kelahiran pada akhirnya adalah pertemuan gelora kerinduan sepasang kekasih.

Kelahiran sebagai Kelahiran

Lalu, seperti apakah kelahiran itu jika kita hubungkan dengan manusia? Di sini kita menggunakan bahasa kelahiran tidak lagi penciptaan, duhai sayangku. Karena memang manusia itu melahirkan. Berbicara tentang manusia, ada banyak sudut-sudut realitas atau mungkin bisa kita katakan disiplin ilmu, yang bisa menjadi tempat duduk kita untuk melihat atau membaca hal ini. Seperti filsafat, sejarah, sosiologi, antropologi dan masih banyak lagi. Tetapi aku akan melepaskan diri dari itu, sayangku. Aku akan menggali jawaban yang berada dalam diriku sendiri, karena dalam pikiranku beranggapan, bahwa semua disiplin ilmu itu pun adalah hasil penanggkapan manusia terhadap realitas yang telah dibakukan menjadi disiplin ilmu. Sayangku, aku akan mengambil makna kelahiran dari perumpamaan-
perumpamaan atau realitas yang dihadirkan Tuhan di semesta raya ini. Namun perlu kamu ketahui sebelumnya sayangku, pengetahuanku tidaklah seberapa dari pengetahuan itu sendiri.

Jika kita mengambil jawaban tentang kelahiran dari semesta, maka pertanyaannya kira-kira begini: seperti apakah kelahiran dari setiap mahluk di semesta raya ini? Mungkin jawaban besarnya mula-mula seperti ini, sayangku. Kelahiran adalah ke-ada-an. Apakah maksudnya? Maksudnya kelahiran itu ialah perjalanan waktu dari tidak ada menjadi ada. Lalu apakah maksud “ada”? Duh, sayangku, ini juga sebuah rahasia besar. Biarkanlah aku berpikir sejenak untuk memahaminya. Jika merujuk pada ayat Al-Qur'an maksud “ada” seperti ini: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi”. Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih, memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah, ayat 30). Sayang, maaf ayat itu bagiku masihlah terlalu besar untuk aku mengerti, jadi aku tak bisa menerangkannya untukmu. Aku menyampaikan itu hanya sebagai suluh kita dalam mencari makna kelahiran agar kita tidak tersesat. Tapi aku ingin menyampaikan kepadamu, bahwa pada intinya secara tersurat ayat itu berpesan kepada kita, kita “ada” adalah untuk menjadi khalifah di bumi.

Sayang, aku akan menerangkanmu dari sisi yang lain. Sisi yang telah aku jalani sampai pada hari ini, tapi kebenarannya aku belum tahu, jadi lebih pintarlah daripada aku. Semengertiku duhai sayangku, sesuatu yang “ada” yang mempunyai sifat permulaan itu menempati waktu. Bagaimanakah maksudnya menempati waktu itu? Menempati waktu maksudnya ialah memiliki perjalanan dari tidak ada menjadi ada dan mungkin juga akan kembali tidak ada lagi. Lalu kenapa jika sesuatu yang “ada” itu menempati waktu? Inilah pertanyaan kita selanjutnya, sayang. Sesuatu yang menempati waktu itu memiliki batas-batas dan setiap batas-batas itu memiliki bentuk masing-masing sesuai dengan perjalan waktu yang telah ia lalui. Lalu apa maksudnya? Jika seperti itu maka “ada” adalah waktu, duhai sayangku. Dan jika ada adalah waktu, maka ada adalah proses menjadi yang terus menerus tiada henti. Aku akan memberikanmu satu contoh, agar lebih mudah kamu mengerti. Tahukah kamu kupu-kupu, sayangku? Bukankah dia itu bermula dari telur yang setelah itu menjadi ulat, lalu ulat itu menjadi kepompong dan setelah itu menjadi cantik dengan bentuk kupu-kupu. Begitulah kira-kiranya. Tapi ini masihlah belum tuntas, sayangku. Kita masih memiliki pertanyaan lanjutan. Proses tiada henti menuju apakah itu? Proses tiada henti menuju apa yang telah dikehendaki Tuhan, duhai sayangku. Lalu apakah yang dikehendaki Tuhan atas kita? Carilah ke dalam dirimu, duhai sayangku, kenapa engkau lahir?

Kelahiran sebagai Lahir dan Lahir Lagi

Sayang, aku ingin mengaitkan kelahiran sebagai lahir dan lahir lagi. Apakah maksudnya? Maksudnya waktu kelahiran kita, kita gunakan sebagai batas untuk lahir lagi, yaitu saat waktu berputar dan kita menemui waktu kelahiran kita itu. Jadi maksudku kelahiran sebagai lahir dan lahir lagi ialah menjadikan waktu kelahiran sebagai momentum untuk kelahiran kembali kita. Begitu, sayang. Tapi sebelum itu kita akan membuat pertanyaan-pertanyaan besar lagi.

Sayang, apakah kamu percaya waktu itu ada? Ini pertanyaan besar kita, sayang. Aku terkadang berpikir waktu itu tidak ada, yang ada hanyalah perlintasan hidup yang berbentuk panjang dan panjangnya itu tidak memiliki batas sedikitpun. Dan aku juga berpikir waktu itu hanya rekaan manusia. Kenapa rekaan manusia? Karena pikirku, manusia itu mahluk yang tak berdaya, dia membutuhkan pegangan dan kepastian-kepastian, maka ia ciptakanlah waktu agar tidak terseret arus ketidakjelasan yang menjadikan mereka gelisah, takut dan mengalami kesedihan. Apakah kamu sepakat bahwa waktu itu tidak ada, dan hanya rekaan manusia yang tak berdaya, sayangku?

Ah, biarkanlah pikiranku itu, sayangku. Kita akan berganti pada pertanyaan lain. Apakah waktu itu? Ini pertanyaan kita sekarang. Jika menurut yang aku ketahui, waktu adalah sebuah perlintasan kehidupan yang memiliki batas-batas. Maka apakah waktu kelahiran itu? Jika waktu adalah semacam itu, maka waktu kelahiran merupakan sebuah perlintasan kehidupan yang memiliki batas-batas berupa moment kelahiran. Pertanyaan kita yang terakhir, sayangku. Apakah maksud adanya waktu kelahiran itu? Aku akan kembali sampaikan ulang, manusia adalah mahluk yang tak berdaya, maka ia membutuhkan pegangan dan kepastian untuk menjauhkan dirinya dari kegelisahan, ketakutan dan kesedihan. Maka waktu bisa dikatakan sebagai bentuk usaha manusia untuk membuat hidup mereka bergairah, semangat dan bahagia, sayangku. Begitu kiranya sayangku, waktumenemui hari kelahiranmu, dan selamat menemui kelahiranmu kembali.

Sayang, Ini Pesanku Kepadamu

Sayang, aku menyayangimu. Tahukah kamu itu? Selamat menemui hari kelahiranmu, sayangku. Aku merindukanmu. Bolehkah aku berpesan sesuatu kepadamu? Didiklah anak-anakmu itu tentang keberanian dan tentang mimpi-mimpi yang besar, dan landasilah semua itu dengan kepercayaan kepada Tuhan. Ajarkanlah kepada mereka tentang hidup merdeka. Aku percaya Tuhan itu ingin kita hidup dengan merdeka, karena dengan hidup merdekalah kita akan bahagia. Ada sebuah pesan penting lagi dariku ketika anak-anakmu itu telah kau didik tentang tiga hal tadi, yang akan menjadi pelengkap peganganmu. Katakanlah kepada mereka, dalam proses menjadi itu ada banyak jalan, jalan itu sesuai dengan yang dikehendaki Tuhan atas dirinya untuk menjadi khalifah di bumi, dan masing-masing jalan itu nantinya memiliki bentuk yang bermacam-macam pula sesuai jalannya, tapi dari kesemua bentuk itu akan bermuara pada satu bentuk pada akhirnya, yaitu menjadi manusia baik bagi semesta raya. Begitu, sayangku. Selamat tinggal, rawatlah anakmu dengan baik.

“Kaderisasi adalah proses dan usaha memanusiakan.”

*Ditulis oleh Muhammad Zuhri (Wakil Sekretaris Jendral PC PMII Kota Semarang) pada tanggal 2 Juli 2015, dalam maksud memperingati hari kelahiran ke-14 PMII Komisariat Universitas PGRI Semarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar