Oleh: M. Zuhri, penggila buku
pemikiran
Teruntuk PMII yang aku mengerti akan
menemui hari kelahirannya,
Sayang, aku ingin bercerita
dan berdialog kepadamu tentang kelahiran. Cerita atau dialog ini mungkin akan
terlihat begitu polos, karena memang aku ingin bersandar pada diriku sendiri
bukan bersandar pada
buku-buku dan peristiwa-peristiwa besar yang belum atau tidak terbukukan. Karena aku mengira, buat apa kita menyandarkan diri pada hal-hal semacam itu jika kita belum mampu memberikan pemaknaan.
buku-buku dan peristiwa-peristiwa besar yang belum atau tidak terbukukan. Karena aku mengira, buat apa kita menyandarkan diri pada hal-hal semacam itu jika kita belum mampu memberikan pemaknaan.
Sayangku, aku ingin kita
membuat pertanyaan besar, namun sebelum itu aku ingin kita membuat kesepakatan
terlebih dahulu, posisi atau sudut pandang macam apakah yang akan kita gunakan
untuk memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang akan kita munculkan
nanti, agar nanti kita bisa bertemu dalam pertanyaan itu. Sayang, aku ingin
kita memposisikan diri sebagai manusia bukan Tuhan. Kenapa? Karena aku khawatir
jika kita memposisikan diri sebagai Tuhan, pertanyaan-pertanyaan kita nanti
akan buntu jawabannya di tengah jalan.Sayangku, pertanyaan
besar kita mula-mula seperti ini. Apakah kelahiran itu?
Kelahiran sebagai
Penciptaan
Jika kita hubungkan dengan
Tuhan maka bahasa kelahiran berubah menjadi penciptaan. Kenapa? Karena tuhan
tidak melahirkan. Maka pula kelahiran (baca: penciptaan) merupakan permulaan dari
segala kelahiran, karena sifat Tuhan kita itu dahulu tanpa permulaan. Lalu
apakah makna kelahiran jika kita hubungkan dengan Tuhan.
Kelahiran adalah sesuatu
yang indah. Kenapa, sayangku? Karena aku merasakan, proses kelahiran (baca:
penciptaan) adalah proses kasih sayang dan kerinduan atau kerinduan dan kasih
sayang. Pernahkah kau mendengar ayat dari kitab yang indah, kitab suci Al-Qur'an,
yang bunyinya semacam ini duhai sayangku: Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan untuk beribadah kepada-Ku (QS. Adz-Dzariat, ayat 56). Dan pernahkah
juga kau mendengar hadits Qudsi yang indah ini, sayangku. “Aku adalah
perbendaharaan yang tersembunyi, sebuah misteri. Aku rindu dikenal. Maka Aku
ciptakan makhluk. Lalu berkat Aku mereka mengenal-Ku”. Duh, betapa indahnya
ayat dan hadits itu duhai sayangku, aku merasakan Tuhan sangat merindukan kita,
tapi entah aku tidak tahu apakah ini benar atau tidak, karena pikirku, apa
mungkin Tuhan merindukan kita padahal kita begitu rendah. Tapi tetap, aku
merasakan proses kelahiran adalah sebuah kisah yang romantis antara Pencipta
dan yang dicipta. Jika seperti itu, maka kelahiran pada akhirnya adalah pertemuan
gelora kerinduan sepasang kekasih.
Kelahiran sebagai
Kelahiran
Lalu, seperti apakah
kelahiran itu jika kita hubungkan dengan manusia? Di sini kita menggunakan
bahasa kelahiran tidak lagi penciptaan, duhai sayangku. Karena memang manusia
itu melahirkan. Berbicara tentang manusia, ada banyak sudut-sudut realitas atau
mungkin bisa kita katakan disiplin ilmu, yang bisa menjadi tempat duduk kita
untuk melihat atau membaca hal ini. Seperti filsafat, sejarah, sosiologi,
antropologi dan masih banyak lagi. Tetapi aku akan melepaskan diri dari itu,
sayangku. Aku akan menggali jawaban yang berada dalam diriku sendiri, karena
dalam pikiranku beranggapan, bahwa semua disiplin ilmu itu pun adalah hasil
penanggkapan manusia terhadap realitas yang telah dibakukan menjadi disiplin
ilmu. Sayangku, aku akan mengambil makna kelahiran dari perumpamaan-
perumpamaan
atau realitas yang dihadirkan Tuhan di semesta raya ini. Namun perlu kamu
ketahui sebelumnya sayangku, pengetahuanku tidaklah seberapa dari pengetahuan
itu sendiri.
Jika kita mengambil jawaban
tentang kelahiran dari semesta, maka pertanyaannya kira-kira begini: seperti
apakah kelahiran dari setiap mahluk di semesta raya ini? Mungkin jawaban
besarnya mula-mula seperti ini, sayangku. Kelahiran adalah ke-ada-an. Apakah
maksudnya? Maksudnya kelahiran itu ialah perjalanan waktu dari tidak ada
menjadi ada. Lalu apakah maksud “ada”? Duh, sayangku, ini juga sebuah rahasia
besar. Biarkanlah aku berpikir sejenak untuk memahaminya. Jika merujuk pada
ayat Al-Qur'an maksud “ada” seperti ini: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu
berfirman kepada para Malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi”.
Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan
menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih, memuji-Mu dan menyucikan
nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
(QS. Al-Baqarah, ayat 30). Sayang, maaf ayat itu bagiku masihlah terlalu besar
untuk aku mengerti, jadi aku tak bisa menerangkannya untukmu. Aku menyampaikan
itu hanya sebagai suluh kita dalam mencari makna kelahiran agar kita tidak
tersesat. Tapi aku ingin menyampaikan kepadamu, bahwa pada intinya secara
tersurat ayat itu berpesan kepada kita, kita “ada” adalah untuk menjadi
khalifah di bumi.
Sayang, aku akan
menerangkanmu dari sisi yang lain. Sisi yang telah aku jalani sampai pada hari
ini, tapi kebenarannya aku belum tahu, jadi lebih pintarlah daripada aku.
Semengertiku duhai sayangku, sesuatu yang “ada” yang mempunyai sifat permulaan
itu menempati waktu. Bagaimanakah maksudnya menempati waktu itu? Menempati
waktu maksudnya ialah memiliki perjalanan dari tidak ada menjadi ada dan
mungkin juga akan kembali tidak ada lagi. Lalu kenapa jika sesuatu yang “ada”
itu menempati waktu? Inilah pertanyaan kita selanjutnya, sayang. Sesuatu yang
menempati waktu itu memiliki batas-batas dan setiap batas-batas itu memiliki
bentuk masing-masing sesuai dengan perjalan waktu yang telah ia lalui. Lalu apa
maksudnya? Jika seperti itu maka “ada” adalah waktu, duhai sayangku. Dan jika
ada adalah waktu, maka ada adalah proses menjadi yang terus menerus tiada
henti. Aku akan memberikanmu satu contoh, agar lebih mudah kamu mengerti.
Tahukah kamu kupu-kupu, sayangku? Bukankah dia itu bermula dari telur yang
setelah itu menjadi ulat, lalu ulat itu menjadi kepompong dan
setelah itu menjadi cantik dengan bentuk kupu-kupu. Begitulah kira-kiranya.
Tapi ini masihlah belum tuntas, sayangku. Kita masih memiliki pertanyaan
lanjutan. Proses tiada henti menuju apakah itu? Proses tiada henti menuju apa
yang telah dikehendaki Tuhan, duhai sayangku. Lalu apakah yang dikehendaki
Tuhan atas kita? Carilah ke dalam dirimu, duhai sayangku, kenapa engkau lahir?
Kelahiran sebagai
Lahir dan Lahir Lagi
Sayang, aku ingin mengaitkan
kelahiran sebagai lahir dan lahir lagi. Apakah maksudnya? Maksudnya waktu
kelahiran kita, kita gunakan sebagai batas untuk lahir lagi, yaitu saat waktu
berputar dan kita menemui waktu kelahiran kita itu. Jadi maksudku kelahiran
sebagai lahir dan lahir lagi ialah menjadikan waktu kelahiran sebagai momentum
untuk kelahiran kembali kita. Begitu, sayang. Tapi sebelum itu kita akan
membuat pertanyaan-pertanyaan besar lagi.
Sayang, apakah kamu percaya
waktu itu ada? Ini pertanyaan besar kita, sayang. Aku terkadang berpikir waktu
itu tidak ada, yang ada hanyalah perlintasan hidup yang berbentuk panjang dan
panjangnya itu tidak memiliki batas sedikitpun. Dan aku juga berpikir waktu itu
hanya rekaan manusia. Kenapa rekaan manusia? Karena pikirku, manusia itu mahluk
yang tak berdaya, dia membutuhkan pegangan dan kepastian-kepastian, maka ia
ciptakanlah waktu agar tidak terseret arus ketidakjelasan yang menjadikan
mereka gelisah, takut dan mengalami kesedihan. Apakah kamu sepakat bahwa waktu
itu tidak ada, dan hanya rekaan manusia yang tak berdaya, sayangku?
Ah, biarkanlah pikiranku
itu, sayangku. Kita akan berganti pada pertanyaan lain. Apakah waktu itu? Ini
pertanyaan kita sekarang. Jika menurut yang aku ketahui, waktu adalah sebuah
perlintasan kehidupan yang memiliki batas-batas. Maka apakah waktu kelahiran
itu? Jika waktu adalah semacam itu, maka waktu kelahiran merupakan sebuah
perlintasan kehidupan yang memiliki batas-batas berupa moment kelahiran.
Pertanyaan kita yang terakhir, sayangku. Apakah maksud adanya waktu kelahiran
itu? Aku akan kembali sampaikan ulang, manusia adalah mahluk yang tak berdaya,
maka ia membutuhkan pegangan dan kepastian untuk menjauhkan dirinya dari kegelisahan,
ketakutan dan kesedihan. Maka waktu bisa dikatakan sebagai bentuk usaha manusia
untuk membuat hidup mereka bergairah, semangat dan bahagia, sayangku. Begitu
kiranya sayangku, waktumenemui hari kelahiranmu, dan selamat
menemui kelahiranmu kembali.
Sayang, Ini Pesanku
Kepadamu
Sayang, aku menyayangimu.
Tahukah kamu itu? Selamat menemui hari kelahiranmu, sayangku. Aku merindukanmu.
Bolehkah aku berpesan sesuatu kepadamu? Didiklah anak-anakmu itu tentang
keberanian dan tentang mimpi-mimpi yang besar, dan landasilah semua itu dengan
kepercayaan kepada Tuhan. Ajarkanlah kepada mereka tentang hidup merdeka. Aku
percaya Tuhan itu ingin kita hidup dengan merdeka, karena dengan hidup merdekalah
kita akan bahagia. Ada sebuah pesan penting lagi dariku ketika anak-anakmu itu
telah kau didik tentang tiga hal tadi, yang akan menjadi pelengkap peganganmu.
Katakanlah kepada mereka, dalam proses menjadi itu ada banyak jalan, jalan itu
sesuai dengan yang dikehendaki Tuhan atas dirinya untuk menjadi khalifah di
bumi, dan masing-masing jalan itu nantinya memiliki bentuk yang bermacam-macam
pula sesuai jalannya, tapi dari kesemua bentuk itu akan bermuara pada satu
bentuk pada akhirnya, yaitu menjadi manusia baik bagi semesta raya. Begitu,
sayangku. Selamat tinggal, rawatlah anakmu dengan baik.
“Kaderisasi adalah proses dan usaha
memanusiakan.”
*Ditulis oleh Muhammad Zuhri (Wakil Sekretaris Jendral PC
PMII Kota Semarang) pada tanggal 2 Juli 2015, dalam maksud memperingati hari
kelahiran ke-14 PMII Komisariat Universitas PGRI Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar